Part II : Membelah Cinta Menggapai Surga

Part II : Membelah Cinta Menggapai Surga 
itulah panggilan mesra aci untuk haqi. “nanti malam ada layar tancap lho bang, jemput adek ya.” Pinta aci dengan penuh harap. Dengan senyuman haqi merayu, “gimana kalau besok pagi aja, kita pergi kepasar sekalian belanja untuk sarapan.”. “yeee… ke pasaaar lagi!!”. Bantah aci dengan menggerutu. “abang kan tau ini malam minggu bang, adek segan sama teman-teman, mereka semua pada keluar sama cowoknya, lagian gak tiap malam kan adek minta jalan, hanya malam minggu saja. Kalau seperti ini sama saja seperti gak pacaran!” jawab aci dengan penuh kekesalan. “dek, apakah pacaran lebih adek utamakan dari pada kesetiaan?? Belum tentu teman-teman adek yang pacaran itu pasti setia, pacaran itu hanya senjata nafsu, kasih sayang yang setia itu bukan ditunjukkan dengan pacaran tapi ……”. Belum lagi haqi selesai menjelaskan, aci spontan memotong, “ udah bang, jangan dilanjutkan. Kalau gak mau, bilang aja langsung, jangan berbelit-belit. Jujur, adek masih mau merasakan dan menikmati masa muda seperti yang lainnya. Adek pulang dulu.” Tangkas aci seraya menghidupkan motornya kembali. Haqi hanya bisa menggelengkan kepala sambil melanjutkan pekerjaannya.

Setelah selesai sholat magrib, haqi berdo’a “ Ya Allah, jika engkau menakdirkanku mempunyai jodoh dibumi ini, pertemukanlah kepada ku dengan jalan yang benar dan sesegera mungkin, saya merindukan takdirmu, saya juga merindukan orang tua ku ya allah,hanya pasangan ku yang membuat ku bisa bahagia menemui orang tua ku ya allah.sesungguhnya engkau tidak pernah mengingkari janji.amin.” setelah menunaikan sholat maghrib, haqi kembali teringat dengan sms ibunya, pikirannya mulai kacau, setelah sekian menit berfikir haqi bertekad datang kerumah aci untuk mengabulkan permintaannya tadi. Dengan penuh semangat haqi bersiap-siap menuju rumah aci dengan harapan kedatangannya itu akan membuat sebuah kejutan untuk aci, karena sudah sekian kali aci meminta belum pernah sekalipun dituruti haqi.

Sambil memegang hp kesayangannya aci menatap kearah jalan dengan pandangan yang kosong, suara motor hilir mudik mulai terdengar, tiada seorangpun yang dilihatnya tanpa pasangan,aci hanya bisa melihat kemesraan orang pada saat itu,tanpa tahu kapan itu semua akan dirasakannya dengan haqi. Ingin sekali rasanya ia menelpon haqi untuk kembali memohon agar mau menjemputnya, tapi hati nya telah mempunyai keyakinan tersendiri kalau permintaannya itu tidak akan dituruti, karena tiap kali aci meminta hal yang sama pasti ketemunya dialihkan ke pasar. Aci hanya bisa memendam semua rasa antara kesal,senang dan marah. Ditengah lamunannya itu, tiba-tiba aci tersentak dengan menarik napas panjang, seakan-akan ia tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Sambil berdiri aci menyambut kedatangan haqi dengan penuh kegembiraan, dengan senyum halus haqi membalas kegembiraan aci.”duduk dulu bang, abang mau minum apa?”Tanya aci sambil menggeserkan kursi kearah haqi. haqi hanya termenung ketika aci bertanya padanya. Pikirannya telah jauh melayang ketika melihat boneka kelinci yang terletak diatas meja. Matanya yang semula bersinar penuh dengan cahaya kegembiraan kini telah berubah menjadi sayu yang penuh dengan linangan air mata. “maaf dek, abang harus pergi dulu.”. tanpa mendengar persetujuan dari aci haqi langsung pergi menuju rumahnya untuk melihat keadaan kelinci kesayangannya yang telah sekian hari ditinggalnya. “abaaang,” teriak aci kesal. Aci hanya bisa menangis sambil berlari menuju kamarnya.

Disepanjang jalan haqi merasa heran kenapa ia bisa lupa dengan keadaan kelincinya. Ia benar-benar merasa bersalah, hanya karena wanita ia lupa dengan semuanya. Hanya karena mencari wanita ia mengabaikan semuanya. Tapi disisi lain itu semua dilakukannya sebagai usaha untuk mengabulkan permintaan orang tuanya. Dengan kecepatan tinggi haqi mengendarai mobil, meskipun jarak pandang terbatas dan haqi belum mengenal keadaan jalan tapi itu semua tidak menjadi penghalang baginya untuk semakin meningkatkan kecepatan kemudinya, tanpa disadarinya 30 meter dari tikungan yang baru dilewatinya ada sebuh mobil yang mogok, meskipun kecepatan kemudinya sangat tinggi, tetapi akhirnya haqi terselamatkan juga dari marabahaya yang hampir menjemput ajalnya.

Sebuah perjalanan yang hampir saja menjemput ajalnya akhirnya berhasil dilewati haqi dan kini ia telah tiba dihalaman rumahnya. Tanpa ada rasa lelah dari raut wajahnya meskipun telah mengemudi selama 3 jam, Haqi langsung bergegas menuju kandang veno, tatapan mata haqi yang begitu tajam kini telah berubah menjadi tumpul, keningnya mulai berkerut, dan seketika haqi langsung duduk bersimpuh sambil memegang kandang veno. “Kemana veno pergi, sedikitpun kandangnya tidak ada rusak, kalau dia mati pasti ada bangkainya disini” begitulah hati haqi berkata dengan penuh penasaran. Dengan berjalan lunglai haqi menuju dapur dan meneguk seteguk air putih, “akankah ku harus mengorbankan semuanya demi mencari oleh oleh orang tuaku ? setelah ini apalagi yang menjadi korban? Tanya haqi pada gelas yang dipegangnya. Ia pun tidak mau mengikuti kesepian hatinya yang semakin hari semakin pilu, dengan penuh kesadaran tidak lupa ia mengambil wudhuk dan beristirahat dikamarnya.
“Apa salahku, apa salah ibuku, hidupku direnung pilu,…” Haqipun tersentak dari tidurnya tatkala mendengar hp nya berdering, sejenak dilihatnya jam masih pukul 02.15 WIB, “siapa yang menelpon jam segini?”, hatinya mulai merasa was-was, segera ia beranjak dan mengambil hp nya dari dalam tas, ternyata yang menelepon itu adalah karyawan kepercayaannya, Nanda. “Assalamu’alaikum, Ada Apa Nan?” Tanya Haqi. Nanda tidak sempat membalas salam dan dengan napas seperti ketakutan nanda menjawab, “Pak, harap bapak pulang sekarang dan segera datang kekantor, Kantor kebakaran pak!”. Seketika haqi terkejut,”Apa, lalu.. “ belum lagi selesai melanjutkan pertanyaannya, tut..tut..tut.. Hp nanda mati, karena nanda harus membantu yang lainnya memadamkan api yang sedang berkobar dan menyelamatkan peralatan kantor yang masih bisa diselamatkan.

Ketika haqi tiba dikantornya, hanya puing-puing hitam yang bisa dilihatnya, tiada sedikitpun yang masih tersisa dan utuh. 3 buah mobil pemadam kebakaran masih bekerja memadamkan api yang tersisa, tapi semuanya telah luluh lantah dan sudah sangat fana dimata Haqi. Sebagai seorang  laki-laki yang taat akan agama ia hanya bisa mengikhlaskan seraya berkata dihatinya, “apa lagi yang akan menjadi korban?” ditengah-tengah lamunannya Nanda datang menghampiri,” Kenapa Bapak sangat cepat sampai kesini, bukannya bapak keluar kota?”. Dengan raut wajah yang lelah haqi menjawab” Saya sudah sampai duluan sebelum nanda menelepon saya.” Sambil menunduk nanda menyerahkan laptop kepada Haqy,” Hanya ini yang bisa saya selamatkan pak.”

Hingga pagi haqi hanya duduk bermenung diteras rumahnya, fikirannya kini telah menuju keberbagai arah, permintaan orang tuanya belum tercapai kini perusahaannya telah hilang dan disatu sisi dia juga memikirkan nasib karyawan dan karyawatinya serta merasakan apa yang sedang dirasakan Aci saat ini, tentu Aci sangat kecewa dengan sikapnya itu. Fikiran yang sebelum keruh kini sudah mulai tenang tatkala mendengar kumandang adzan subuh, tempat mengadu untuknya pun telah tiba, segera Ia menunaikan sholat subuh. Setelah selesai sholat, haqi kembali bersujud dan mengadukan semua masalah yang dihadapinya.

Seluruh karyawan telah berkumpul di halaman kantor sambil menyaksikan kantor mereka yang sudah rata dengan tanah. Beberapa petugas kepolisian juga terlihat sedang melakukan penyidikan terhadap penyebab terjadinya kebakaran, begitu juga dengan Haqi ia sibuk melayani dan menjawab pertanyaan dari wartawan yang sedang meliput kejadian. Akan tetapi Haqi tidak banyak berkomentar, semua pertanyaan dijawab oleh Nanda, karena Nanda yang diberi pertanggungjawaban untuk menghandle perusahaan selama ia pergi. “Selamat Pagi, Pak!” sapa Dion. “Selamat Pagi!” balas Haqi.
Dion :  apakah bapak sudah mendapat jawaban penyebab dari kebakaran ini pak?
Haqi : Belum, pihak kepolisian masih mengidentifikasi masalah ini
Dion : Saya kira Nanda sudah bisa memberikan penjelasan, karena ia lebih tahu semua selama bapak pergi
Nanda : Maksud bapak apa? Sejauh ini saya belum mengetahui apa penyebabnya, karena menurut laporan satpam semuanya sudah terkoordinir dengan baik.
Dion : jika benar sudah terkoordinir, kenapa hal ini bisa terjadi. Ibu kan diberikan kepercayaan seharusnya ibu bisa menjaga dan menghandle semuanya, bila perlu ibu langsung turun tangan jangan hanya mendengarkan laporan satpam.
Haqi : Sudah, bukan saatnya untuk saling menyalahkan.
Dion : Polisi tidak perlu lagi menyelidiki dilapangan, Ibu Nanda ini yang seharusnya mempertanggungjawabkan semua, kenapa bapak tidak melaporkan Ia kepolisi, apa bapak tidak merasa dirugikan?
Haqi : saya memberikan wewenang kepada ibu Nanda itu karena kemauan saya dan percaya kepada beliau, jadi apapun yang terjadi itu juga berarti kesalahan saya dan merupakan keputusan saya untuk memilih bu Nanda untuk menghandle perusahaan.
Dion : Keputusan yang membawa malapetaka untuk anda pak ! (Dion pun pergi meninggalkan nanda dan haqi)
Nanda : mungkin apa yang dikatakan Pak Dion ada benarnya pak, saya minta maaf dan siap untuk menerima apapun.
Haqi : Sudahlah, itu semua tidak akan menyelesaikan masalah.

Sepanjang perjalanan Nanda merasa sangat bersalah, ia bingung apa yang harus dilakukannya. Meskipun Haqi tidak menyalahkan dirinya, tetapi rasa bersalah tetap saja menghampirinya. Alangkah terkejutnya Nanda tatkala melihat pagar rumahnya, karena Dion sudah berada disana sambil tersenyum bangga.
Dion : Selamat siang, Bu Nanda !
Nanda : Siang juga, ada angin apa hingga bapak mau datang kerumah saya?
Dion : Hmm… lagi ada angin laut, makanya saya terbawa terbang kemari
Nanda : Biasanya bapak tidak pernah punya sayap untuk terbang kerumah ini
Dion : yupz.. tapi sekarang sayap ku udah tumbuh untuk mu. Apa ibu tidak mempersilahkan saya masuk?
Nanda : Maaf pak, Orang tua saya sedang keluar kota, jadi saya tinggal sendiri dirumah, saya tidak pernah menerima orang masuk kerumah jika orang tua saya tidak ada.
Dion : Hmm… Pucuk dipinta, Ulam pun tiba
Nanda : iya, ulam dimakan badanpun binasa
Dion : hakz..hakz.., ibu pandai juga berkata-kata
Nanda : Maaf pak, masih ada hal lain yang harus saya kerjakan, silahkan bapak utarakan maksud kedatangan bapak
Dion : saya hanya ingin mengucapkan Selamat atas kepemimpinan ibu selama ini. Selamat siang
(baru saja Dion berjalan beberapa langkah, nanda kembali memanggil)
Nanda : Tunggu ..! Saya tahu apa penyebab kebakaran itu.
Dion terdiam dan kembali berbalik dengan memicingkan matanya sambil memiringkan kepala.
Dion : Hmm… saya kesini bukan untuk membahas kebakaran tapi hanya ingin mengucapkan selamat. ( dion berbalik dan langsung mengendarai motornya)

Selang beberapa waktu dion pergi, Haqipun tiba ke rumah Nanda. Dengan rasa hormat Nanda mempersilahkan bos nya duduk diteras rumahnya.
Haqi : begini bu, apakah dokumen-dokumen kita masih ada yang terselamatkan,         baik itu faktur,giro ataupun surat-surat kontrak kita?
Nanda : Maaf pak, satupun tidak ada yang terselamatkan (jawab nanda sambil menunduk)
Haqi : lalu, kemana faktur dan surat-surat itu perginya?
Nanda : Maksud bapak?
Haqi : Kemana faktur dan surat-surat itu perginya ! (suara haqi mulai meninggi)
(Nanda tersentak dan bingung untuk menjawab)
Nanda : Maaf pak, saya benar-benar tidak ngerti maksud bapak, kenapa bapak bertanya seperti itu, pertanyaan itu sungguh memojokkan saya pak.
Haqi : saya tidak bermaksud memojokkan ibu, saya Cuma ingin tahu, kemana perginya?
Nanda : kenapa bapak bertanya seperti itu, bukannya bapak sudah melihat kantor kita sudah rata dengan tanah, berarti semuanya baik faktur, giro ataupun lainnya sudah hangus terbakar pak.
Haqi : Maaf bu, bukannya maksud saya untuk mencurigai ibu, tapi saya kira pertanyaan ini wajar
Nanda : iya, bahkan sangat wajar. Tapi apa alasan bapak mengatakan pertanyaan bapak itu wajar?
Haqi : saya kira tidak perlu dijelaskan lagi, ibu tahu sendiri kan semua faktur, giro dan surat-surat kontrak kita disimpan dalam lemari anti bakar.
(seketika nanda terdiam dan menatap wajah bosnya)
Nanda : Benar pak, kenapa saya tidak terpikir sedikitpun mengenai itu. Kalau begitu segera kita kesana dan menyelamatkan dokumen kita
Haqi : Percuma, semuanya udah kosong. Selembar kertas pun sudah tidak ada dalam lemari itu.
Nanda : ternyata ini maksud bapak menanyakan kemana dokumen itu perginya, tapi saya benar-benar tidak tahu pak, saya baru ingat saat ini. Itupun karena bapak yang mengatakan. Saya harap bapak bisa mempercayai saya, karena saya memang tidak tahu pak
Haqi : baiklah bu, lalu sekarang apa yang harus kita lakukan. Melihat keadaan seperti ini saya tidak yakin kalau perusahaan kita terbakar karena ketidaksengajaan.
Nanda : dari awal saya juga berfirasat demikian pak, ada hal aneh yang saya lihat, kenapa satpam kita tidak cepat mengetahui kebakaran itu.

Haqi : Hmm.. sepertinya ..............

Silahkan Baca Sambungannya Disini

0 komentar